Minggu, 31 Januari 2010

KANKER SERVIKS

Kanker Serviks di Indonesia Sangat Tinggi
Ditemukan 15 Ribu kasus Baru Tiap Tahun



pengidap kanker serviks ( leher rahim ) di Indonesia cukup tinggi. setiap tahun ditemukan 15 ribu kasus baru, dan 8 ribu di antaranya berakhir dengan kematian. penyakit ini sebetulnya dapat di obati dengan baik bila di temukan sejak dini. tetapi yang paling penting lindungi diri dengan vaksinasi dan periksakan organ reproduksi setiap satu tahun sekali.
kanker serviks terbanyak di derita oleh wanita di negara berkembang , disusul kanker payudara. di dunia terdapat 500 ribu kasus baru kanker leher rahim tiap tahunnya. dari sejumlah itu sebanyak 250 ribu kasus mengalami kematian.
menurut dr sigit purbadi, Sp.OG(K) Onk, ahli kandungan, konsultan onkologi ( kanker ) Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta, di Indonesia sendiri terdapat 15 ribu kasus baru kanker serviks tiap tahunnya, 8 ribu di antaranya berakhir dengan kematian . dengan kata lain terdapat satu orang meninggal setiap jam karena kanker serviks. kondisi ini terjadi karena kanker serviks belumbisa ditangani dengan baik lantaran belum adanya program secara nasional mengenai skrining kanker serviks. jadinya, kasus selalu ditemukan dalam kondisi stadium lanjut sehingga sulit di atas atau terlambat.
PENYEBAB KANKER SERVIKS
Sekitar 80% kanker serviks di sebabkan oleh infeksi Human Papiloma Virus (HPV). HVP banyak tipenya . tetapi, dari sekian banyak itu, ada dua tipe yakni tipe 16 dan 18, yang bisa menyebabkan kanker serviks.terdapat beberapa factor yang menyebabkan wanita beresiko tinggi terkena kanker serviks, antara lain :
1. wanita yang melakukan sanggama pada usia cukup muda, di bawah 17 tahun. sanggama bisa menbuat wanita tertular virus HPV. Virus HPV yang sudah masuk ke serviks wanita usia muda sangat mudah mempengaruhi sifat sel – sel sehingga menjadi ganas.
2. wanita yang mempunyai banyak anak, karena proses kehamilan dan persalinan menyebabkan perubahan pada tubuh wanita terutama perubahan pada sel – sel serviks, bila hal ini sering terjadi maka akan mudah kemasukan virus HPV menjadi ganas.
3. wanita yang memiliki suami yang suka jajan . perilaku suami ini yang yang beresiko menularkannya pada istri. karena itu suami tidak bisa cuci tangan jika istrinya terkena kanker serviks.
4. wanita sering berganti – ganti pasangan
5. wanita yang perokok yang kekurangan vit.A, C , dan E .
PERLU WAKTU 8 – 10 TAHUN
proses timbulnya kanker serviks memerlukan waktu cukup lama. sejak infeksi sampai terjadi kanker serviks di butuhkan waktu rata – rata 8 – 10 tahun. Walaupun tidak menutup kemungkinan bisa terjadi dalam waktu kurang dari satu tahun.
Kanker yang pertama terjadi hanya mengenai epitel permukaan saja yang di sebut stadium 0. Bila tidak di obati maka akan menembus mebran basal menjadi stadium I kanker terbatas pada serviks.
Kanker dapat menjalar ke vagina menjadi stadium IIa, dan akan terus berkembang ke parametrium menjadi stadium IIb.
Perkembangan selanjutnya ke tulang panggul stadium IIIb, bila tidak di obati akan menjalar ke kandung kemih atau ke anus menjadi stadium Iva. kanker juga dapat menjalar jauh ke hati , paru – paru, dan tulang menjadi stadium IVb.
DETEKSI DINI / PENAPISAN
Deteksi dini atau penapisan adalah pemeriksaan untuk mencari penyakit sedini mungkin (pra – kanker) pada populasi wanita sehat sebelum timbul gejala. Pemeriksaan ini meliputi Pap Smear, yaitu pemeriksaan sel yang di ambil dari lender serviks dengan mengunakan mikroskop, lanjutkan dengan kolposkopi dengan pembesaran, biopsy (pengambilan contoh jaringan untuk diagnosa).hal ini memerlukan biaya yang cukup lumayan.
PENCEGAHAN
Dengan mengetahui factor risiko dan penyebab , maka tindakan pencegahan yang efektif adalah pola hidup sehat dengan diet seimbang, berolah raga, tidak merokok, dan setia pada pasangan.dan dengan melakukan vaksinasi untuk wanita usia 12 – 55 tahun di berikan 3 kali dalam bentuk suntikan.
PENGOBATAN
Pengobatan kanker serviks berupa operasi, penyinaran, kemoterapi, dan kombinasi. Pemilihan jenis pengobatan sangat bergantung pada stadium dan kebutuhan funsi reproduksi.
1. stadium 0 – Ia1 dengan konisasi yaitu mengambil sebagian serviks berbentuk segitiga/cone 100%
2. stadium Ia2 – Ib1 dengan tracchelektomi radikal mengangkat serviks 99 – 85%.
3. stadium Ib2 – IIa dengan radiasi 70 – 60%.
4. stadium IIb dengan radiasi dan di selingi kemoterapi keberhasilan 50 - 15%.
5. stadium Iva sudah tidak ada kesempatan ,keberhasilan 0%.
Meski demikian ada kemungkinan kanker serviks dapat kambuh, karena itu harusn rutin control. Tahun pertama tiap 3 bulan,tahun kedua Tiap 4 bulan, tahun ketiga tiap 6 bulan,dan selanjutnya setahun sekali.maka pada saat kambuh mudah di ketahui. (NURLAELAH 43209110160)

Sabtu, 30 Januari 2010

ETOS KERJA ATAU BUDAYA KERJA

ETOS KERJA DI INDONESIA BERDASARKAN ETOS KERJA MUSLIM

Etos kerja dapat di artikan sebagai pandangan bagaimana melakukan kegiatan yang bertujuan mendapatkan hasil atau mencapai kesuksesan.

Etos kerja sangat di perlukan oleh umat islam indonesia dan Mahasiswa. Hidup hanya menyediakan dua pilihan :

1. Mencintai pekerjaan .

2. Mengeluh setiap hari.

Jika kita tidak bisa mencintai pekerjan , maka kita hanya akan memperoleh “5 – ng” : ngeluh, ngedumel, ngegosip, ngomel, ngeyel.

Dalam urusan etos kerja, bangsa indonesia sejak dulu di kenal memiliki etos kerja yang kurang baik, sampai pada jaman pendudukan Belanda mereka menyebut kita dengan sebutan yang mengejek, in lander pemalas”.

Berikut ini sejarah etos kerja di Indonesia

Etos Kerja Indonesia

Salah satu faktor yang menyebabkan krisis multidimensi Indonesia sejak tahun 1997 adalah merajalelanya etos kerja yang buruk. Jansen mengambil contoh di tiga bidang saja.

Pertama di bidang ekonomi, masyarakat lebih mengutamakan ekonomi rente daripada ekonomi riil, sebuah cerminan etos kerja yang ingin cepat kaya tanpa kerja keras.

Kedua di bidang birokrasi untuk bias duduk di jabatan tertentu harus menyogok, yang mencerminkan etos yang mengutamakan jabatan demi uang dan kekuasaan daripada prestasi dan pelayanan publik.

Ketiga dibidang pendidikan, ijazah bias dibeli asal ada uang, merupakan cerminan etos buruk yang menginginkan gelar tanpa kompetensi.

Sebagai perbandingan, kita dapat mengutip etos jepang dan jerman. Jepang terkenal dengan etos samurai, (1) bersikap benardan bertanggung jawab, (2) berani dan ksatria, (3) murah hati dan mencintai, (4) bersikap santun dan hormat, (5) bersikap tulus dan sungguh – sungguh, (6) menjaga martabat dan kehormatan, dan (7) mengabdi pada bangsa.

Bagaimana dengan Indonesia? Mengutip Mochtar Lubis dalam bukunya Manusia Indonesia [1977], ‘etos kerja’ orang Indonesia adalah (1) Munafik atau hipokrit. Suka berpura-pura, lain di mulut lain di hati; (2) Enggan bertanggung jawab. Suka mencari kambing hitam; (3) Berjiwa feodal. Gemar upacara, suka dihormati daripada menghormati dan lebih mementingkan status daripada prestasi; (4) Percaya takhyul. Gemar hal keramat, mistis dan gaib; (5) Berwatak lemah. Kurang kuat mempertahankan keyakinan, plinplan, dan gampang terintimidasi. Dari kesemuanya, hanya ada satu yang positif, yaitu (6) Artistik; dekat dengan alam.

Pandangan Mochtar Lubis ini kemudian dipertanyakan kembali oleh Jansen. Benarkah Indonesia memiliki etos seperti itu? Namun Jansen mengakui bahwa etos orang Indonesia di atas memang sulit dipungkiri, tampaknya merupakan sebuah kenyataan yang pahit.

Dan karena hal tersebut bangsa Indonesia kini sudah menjadi bangsa paria di dalam pergaulan internasional. Utang semakin banyak, korupsi marajalela dan tidak mampu menangani bencana dalam negeri. Contohnya saat bencana di Aceh dan Nias, menjadi cermin yang nyata betapa miskin dan tidak berdayanya bangsa ini. Mengurus rakyat hampir tidak mampu tetapi KKN jalan terus.

Melihat kenyataan ini, sebagai anak bangsa apakah akan berdiam diri saja? Tentu saja tidak. Dan sebagai bentuk keperdulian itulah bersama rekan – rekan mengkampanyekan etos kemana – mana. Karena kita harus yakin dari seluruh bangsa Indonesia, tidak semua memiliki etos yang buruk. Misalkan ada pendapat yang mengatakan bahwa masih ada yang mempunyai hati nurani, memikirkan kepentingan orang banyak, dan bersedia berkorban.

Atas kenyakinan seperti itulah seorang guru besar berusaha memperkuat etos sebisa mungkin dengan merumuskan motivasi kerja. Itulah akar yang membentuk etos kerja secara sistematis sebagai berikut :

  1. kerja adalah rahmat, apapun pekerjaan kita entah pengusaha, pegawai kantor, sampai buruh kasar sekalipun, adalah rahmat dari tuhan. Bakat dan kecerdasan yang memungkinkan kita bekerja adalah anugrah.
  2. Kerja adalah amanah, etos ini membuat kita bias bekerja sepenuh hati dan menjauhi tindakan tercela, misalnya korupsi dalam berbagai bentuknya
  3. Kerja adalah panggilan, kerja adalah keharusan untuk mengabdi.
  4. Kerja adalah actualisasi, meski kadang membuat kita lelah bekerja merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi diri dan membuat merasa “ada” bagaimanapun sibuk bekerja jauh lebih menyenangkan daripada duduk bengong tanpa pekerjaan.
  5. Kerja adalah ibadah, tak perduli apa pun agama atau kepercayaan , semua pekerjaan yang halal merupakan ibadah.
  6. Kerja adalah seni, bekerja dengan enjoy seperti halnya melakukan hobi.
  7. Kerja adalah kehormatan, seremeh apa pun pekerjaan kita, itu adalah sebuah kehormatan.
  8. Kerja adalah pelayanan, bekerja adalah pengabdian kepada sesama.

Dengan adanya komitmen yang dimulai dengan merumuskan etos seperti itu, setidaknya menunjukkan adanya tekad memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik.

Indonesia dikaruniai sumber daya alam yang melimpah ruah dan jumlah penduduk yang besar. Itu menunjukan bahwa Indonesia sebenarnya adalah sebuah Negara yang kaya, bangsa yang besar. Dan itu merupakan modal untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Kenyataannya rakyat miskin bertambah banyak, penggangguran semakin meningkat, dan banyak anak yang tidak mempunyai kesempatan untuk bersekolah.

Mengapa semua itu bisa terjadi? ”Sekali lagi, hal ini disebabkan oleh etos bangsa Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Etos kerja sangat penting untuk memperkuat bangsa dari sudut kerja, karena semua bidang kehidupan seperti bisnis, politik, sosial, dan sebagainya sebenarnya bergulat pada sebuah dunia yang disebut kerja. Ada pekerja politik, pekerja bisnis, pekerja sosial, pekerja birokrasi, yang semuanya menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk pekerja. Lewat bekerja, kita membangun organisasi dan bangsa kita,” katanya penuh semangat.

Rendahnya etos Indonesia menurut Jansen juga diperparah dengan negatifnya keteladanan yang ditunjukkan oleh para pemimpin. Mereka merupakan model bagi masyarakat yang bukan hanya memiliki kekuasaan formal, namun juga kekuasaan nonformal yang justru sering disalahgunakan.

Misalkan seorang pemimpin melakukan korupsi, dan karena mempunyai kuasa untuk menutupi perbuatannya, hasil korupsi itu dibagi-bagikan ke bawahannya. Awalnya mungkin ada beberapa orang yang menolak untuk ikut ambil bagian. Tetapi karena adanya tekanan, dikucilkan, dikatakan sok suci, tidak setia kawan, dan sebagainya, mau tidak mau ia pun terpaksa ikut ambil bagian, dan lama kelamaan ia malah ketagihan dan mengganggapnya sebagai hal yang normal.

Interaksi sosial di antara elit dengan level di bawahnya, pemimpin dengan rakyat, membuat situasi menjadi terkondisi demikian. Oleh karena itu yang dibutuhkan adalah dengan menunjukkan sikap dan perilaku yang positif. Misalkan ada kecelakaan kereta api, seorang dirjen harus bisa menunjukkan tanggungjawabnya dengan menyatakan mundur dari jabatannya. Dengan melakukannya, akan timbul sikap respek dan hormat dari masyarakat, dan ini akan menjadi pembelajaran yang berharga.

Interaksi sosial di antara elit dengan level di bawahnya, pemimpin dengan rakyat, membuat situasi menjadi terkondisi demikian. Oleh karena itu yang dibutuhkan adalah dengan menunjukkan sikap dan perilaku yang positif. Misalkan ada kecelakaan kereta api, seorang dirjen harus bisa menunjukkan tanggungjawabnya dengan menyatakan mundur dari jabatannya. Dengan melakukannya, akan timbul sikap respek dan hormat dari masyarakat, dan ini akan menjadi pembelajaran yang berharga.

Etos mencakup sikap terhadap waktu, kerja, dan masa depan yang kemudian membentuk sehimpunan perilaku khas individu atau organisasi. Pada tingkat internasional sudah dibuktikan bahwa maju tidaknya peradaban sebuah bangsa ditentukan oleh etosnya. Perusahaan-perusahaan kelas dunia seperti Matshushita dari Jepang, Kodak dari Amerika, juga berhasil karena mempunyai etos kerja yang unggul.

Pada dasar nya Indonesia juga mempunyai dasar – dasar yang kuat karena bangsa Indonesia yang mayoritas muslim dan dapat mengapil semua dari ajaran - ajaran Islam. Dan seharusnya di laksanakan dengan konsisten, tidak mengenal putus asa.

Dan dapat mengadopsi etos kerja islam sebagai berikut.

Etos Kerja dalam Islam

Sesungguhnya dikotomi antara "kerja" dengan "belajar" tidak perlu terjadi. Karena, apabila kita menghayati ikrar kita secara mendalam pada proposisi "Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in" dalam surat Al-Fatihah, maka dunia kehidupan kaum Muslimin bernuansa ibadah yang sangat kental. Dalam firman-Nya yang lain, Allah mengatakan, "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan untuk beribadah," (QS Adz-Dzariyat, 51 : 56). Sehingga, jelas-jelas tidak ada pemisahan antara yang sakral dengan yang profan, yang duniawi dengan yang ukhrawi.

Ketika mengomentari ayat, "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad (perjanjian) itu" (QS Al-Ma'idah, 5 :1), Raghib Isfahani, sebagaimana dikutip Seyyed Hossein Nasr (1994) mengatakan bahwa perjanjian-perjanjian itu meliputi perjanjian-perjanjian antara Tuhan dan manusia, yakni kewajiban-kewajiban manusia kepada Tuhan; [perjanjian antara manusia dan dirinya sendiri; dan [perjanjian] antara individu dan sesamanya.

Dengan demikian, perjanjian (uqud) yang dirujuk pada ayat tersebut berkisar antara pelaksanaan shalat sehari-hari sampai menjual barang dagangan di bazaar, dari sembah sujud hingga kerja mencari penghidupan.

Berangkat dari pandangan dunia tradisional tersebut yang tidak

mendikotomikan antara yang sakral dan yang profan, maka etos kerja kaum Muslim selayaknya memperhatikan kualitas pekerjaannya. Ini artinya, dalam bekerja karakteristik spiritual tetap terjaga dan terpelihara yakni pekerjaan itu dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Tanggung jawab terhadap kerja berarti kesiapan untuk bertanggung jawab di hadapan Yang Mutlak karena kerja adalah saksi bagi semua tindakan manusia. Dalam ushuluddin disebut-sebut perihal konsep ma'ad atau qiyamah yang bila diterjemahkan dalam keseharian akan sangat mendukung sekali terhadap profesionalisme dalam bekerja. Di sini konsep ma'ad atau qiyamah bukanlah suatu konsep di langit-langit Platonik melainkan sesuatu yang hidup, membumi.

Penghayatan yang mendalam terhadap prinsip ma'ad akan berimplikasi positif dan konstruktif terhadap perkembangan kepribadian kaum Muslim. Setidaknya dengan menghayati prinsip tersebut, pemuda Muslim tidak mengenal istilah pengangguran.

Konon, praktik shalat wajib di kalangan Syi'ah yang mencakup shalat fajr, shalat siang hari (Zhuhur dan 'Ashar), dan shalat malam hari (Maghrib dan 'Isya), merupakan refleksi etos kerja mereka yang begitu tinggi dan manifestasi produktivitas dalam berkarya. Artinya, bila kaum Syi'ah selesai melaksanakan shalat siang hari, maka setelah selesai shalat dan zikir, mereka akan kembali bekerja dengan semangat yang tetap terjaga. Bukan meneruskannya dengan aktivitas yang kurang produktif dan tidak bermanfaat.

"Kerja berkaitan erat dengan doa dan hidayah bagi semua masyarakat tradisional dan kaitan ini dirasakan dan diaksentuasikan dalam Islam," tulis Nasr (1994). Dengan mengamati lafaz adzan Syi'ah, dengan formulasi hayya 'ala al-shalah, hayya 'ala al-falah, dan hayya 'ala khair al-'amal, Nasr menyimpulkan bahwa shalat dan kerja memiliki keterkaitan yang prinsipal. "Di sana hubungan antara shalat, kerja, dan amal saleh selalu ditekankan," lanjutnya.

Perspektif Islam yang padu, menolak membedakan antara yang sakral dan yang profan, yang ukhrawi dan yang duniawi, yang religius dan yang sekular atau, secara lebih spesifik, antara shalat dan kerja. Implikasi praktisnya adalah bahwa sebagaimana kita mencoba khusyu dalam shalat, maka begitu pula dalam bekerja kita mencoba untuk meng-khusyu'-kan diri. Dalam bahasa bisnisnya, berusaha bersikap lebih profesional.

Lebih jauh, sebagaimana ketakutan pada Tuhan dan tanggung jawab kepada-Nya dalam ekspresi shalat kita, maka demikian pula kita dalam pekerjaan kita. Karena, "Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu."

Setelah membaca kajian di atas maka kita dapat membedakan etos kerja bangsa jepang dengan bangsa Indonesia yang mayoritas muslim. Pada dasarnya jika mengacu pada etos kerja islam sangatlah dominan sekali dan hampir sama hanya yang membedakan adalah individu nya, bagaimana mereka melakukan etos kerja secara konsistensi tanpa mengenal kata puas dan berhenti, terus menerus mengembangkan kemampuan serta rasa nasionalisme yang sangat tinggi.

Sejarah dan Etos kerja Bangsa Jepang

Jepang sempat terpuruk setelah kekalahannya dalam Perang Dunia II. Namun jepang dapat bangkit sejajar dengan Negara – Negara maju lainnya dalam kurun waktu yang relative singkat. Kini jepang menjadi salah satu Negara termaju di dunia.

Apa rahasia dibalik kesuksesan itu ?, marilah kita lihat lebih dalam lagi. Jepang dulu adalah Negara kecil yang sangat tertutup dan menutup diri dari bangsa asing. Jepang mulai maju ketika dipimpin oleh kaisar meiji. Dia mengirim pemuda – pemuda jepang ke Negara asing untuk mempelajari teknologi. Dia juga menyuruh kalangan akademis untuk menerjemahkan buku – buku asing ke dalam bahasa jepang dan dijual dengan harga yang murah, dan hasilnya bangsa jepang melek bacaan. Dimana pun berada mereka menyempatkan diri untuk membaca.

Salah satu hal yang meladasi pembaharuan di jepang adalah sikap mereka dalam mempertahankan kebudayaan dan etos kerja. Meskipun mereka menjadi bangsa yang maju, namun nilai – nilai dasar masyarakat jepang tidak pernah hilang. Nilai – nilai itu terangkum dalam konsep filosofis seperti Bushido dan Kaizen.

Di Jepang semua komponen digerakkan untuk melakukann perubahan demi mencapai kepuasan terhadap masyarakat. Dengan mempelajari kunci – kunci etos kerja orang jepang , kita bias mempelajari dan mempraktikannya untuk kepentingan dana menjadi bahan perbandingan dengan etos kerja penuduk Indonesia.

Ada karakteristik khas jepang yang mendorong bangsa ini maju antara lain :

  1. Bangsa jepang menghargai jasa orang lain.
  2. Orang jepang menghargai hasil pekerjaan orang lain.
  3. Setiap orang harus berusaha.
  4. Orang jepang mempunyai semangat yang tidak pernah luntur, tahan banting, dan tidak mau menyerah.
  5. Jepang adalah bangsa yang menghargai tradisi dan memegang teguh kebudayaan yang telah di wariskan oleh pendahulunya.
  6. Kehausan yang tidak pernah puas akan pengetahuan.

Dengan watak – watak seperti itulah bangsa jepang dapat memegang kendali salah satu nahkoda dalam percaturan ekonomi international.

Bangsa jepang memiliki etos dan budaya kerja yang unik. Menurut mereka :

  • Bekerja adalah untuk kesenangan, bukan sekedar untuk mendapatkan gaji. Tentu saja orang jepang juga tidak bekerja tanpa gaji atau di gaji yang rendah, tetapi kalau gajinya lumayan orang jepang bekerja untuk kesenangan. Bagi orang jepang kerja itu seperti main bersama kawan dekat. Biasanya pekerjaan dilakukan oleh satu tim, jika seseorang ingin berhasil dalam permainan dan menaikkan kemampuan diri sendiri maka dia dan kawan – kawanya harus saling mempercayai. Karena permainan terlalu menarik tak jarang kadang lupa akan pulang ke rumah untuk istirahat.
  • Harus mendewakan langganan. Okyaku sama ha kamisama desu’ langganan adalah tuhan’, pribahasa ini dikenal oleh semua orang jepang. Dan sudah menjadi motto.
  • Bisnis adalah perang. Orang jepang yang di dunia bisnis menganggap bisnis sebagai perang yang melawan dengan perusahaan lain. Budaya bisnis jepang lebih mementingkan keuntungan jangka panjang. Supaya menamg perang , maka mereka harus melakukan persiapan lengkap setenaga kuat. Mereka mempunyai pribahasa “hara ga hette ha ikusa ha dekinu”( kalau lapar tidak bias bertempur ). Oleh karena orang jepang tidak akan pernah menerima kebiasaan puasa. Bekerja harus makan untuk kondisi prima dan kedisiplina di dalam medan perang.

Berikut hal dan sifat positif yang dimiliki bangsa jepang dan membuat mereka maju, berkembang sangat pesat :

Kerja keras, budaya kerja, semangat kerja, disiplin, loyalitas, cerdik meniru, rasa malu, inovasi, kebersamaan, pantang menyerah, hemat, menjaga tradisi, perana perempuan, rapi dan bersih, gesit, jujur, efisien, patriotic, sederhana.

Sangat berbeda sekali dengan etos kerja bangsa Indonesia, walaupun di Indonesia sudah mulai adanya para guru besar untuk memberikan motivasi di perusahaan - perusahaan , seminar di kampus, di masyarakat Indonesia. Dan mungkin akan terlihat 20 tahun yang akan datang jika penduduk Indonesia mempunyai kesadaran dan rasa cinta terhadap sesama

KATA PENGANTAR

Apabila mendengar nama Indonesia dan Jepang, yang teringat di benak kita adalah dua Negara yang sama – sama berada di asia tetapi memiliki perbedaan yang sangat jauh dari segi wilayah, kesejahteraan, budaya, semangat, spirit, ekonomi, teknologi.

Jepang menjadi salah satu Negara yang dikagumi dunia oleh kemajuan di berbagai bidang, misalnya teknoligi, ekonomi,dan lain sebagainya tanpa meninggalkan tradisi. Kemajuan yang dicapai jepang ini tak lepas dari sikap,masyarakat jepang memegang teguh filosofi – filosofi bangsanya. Keteguhan dalam memegang filosofi – filosofi ini tercermin dari sikap sehari – hari, misalnya disiplinn dan etos kerja yang tinggi.

Begitu pula dengan Negara Indonesia juga memiliki budaya yang bermacam – macam, peduduk yang banyak, mayoritas muslim, tetapi dalam etos kerjanya sangat rendah sekali tidak sesuai dengan ajaran Islam yang mengajurkan bekerja keras. Hal ini disebabkan ketidak konsisten dari penduduk Indonesia dan mulai hilang nya rasa saling mencintai.

Dalam makala ini ada beberapa perbedaan antara etos kerja bangsa jepang dengan bangsa Indonesia yang mungkin jadi bahan pertimbangan bagaimana kita sebagai warga Negara Indonesia bersikap.

Hormat saya

Nurlaelah

43209110160